Di mana-mana muncul vampir. Film terbaru dari
seri Twilight Saga, yaitu bagian kedua dari empat yang berjudul New
Moon, mulai diputar di Jakarta. Film ini telah memecahkan rekor box
office dengan meraup lebih dari 70 juta dollar AS dan kemungkinan akan
menjadi laba pembukaan terbesar sepanjang sejarah.
Sebenarnya
seri Twilight Saga bukan cerita vampir pertama yang diangkat ke layar
lebar. Selama berpuluh-puluh tahun sudah banyak film-film terkenal yang
bertemakan vampir.
Kehausan publik untuk vampir sepertinya mirip dengan haus darahnya vampir di legenda itu sendiri.
Para penulis fiksi masa kini yang pernah mengangkat tema vampir, seperti
Stephenie Meyer (Twilight Saga), Anne Rice (Interview with the
Vampire), dan Stephen King (Salem’s Lot), memiliki “tambang” legenda
yang tak habis-habisnya untuk digali. Namun sebenarnya apa yang
membentuk pandangan kita sekarang tentang vampir? Jawabannya ada di
daerah abu-abu sekitar mitos dan kebenaran.
Menombak korban
Beberapa sumber keliru melacak asal-usul vampir pada seorang pangeran
Romania, Vlad Tepes (1431-1476), yang berjuang untuk kemerdekaan dari
Kekaisaran Ottoman. Walau bisa dibilang caranya sangat brutal dan sadis
(contohnya ia membunuh musuh-musuhnya dengan menusukkan tombak sedikit
demi sedikit, menarik keluar isi perut mereka, memotong-motong badan
mereka, membakar mereka, dan lainnya), hal-hal tersebut memang lazim
semasa perang di zaman itu.
Teknik-teknik yang sama juga dipakai oleh Gereja Katolik dan para
penguasa lainnya di abad pertengahan untuk menyiksa dan membunuh musuh.
Bram Stoker (Dracula) juga telah memasukkan aspek-aspek dari Vlad Tepes ke dalam tokoh Dracula dalam karyanya.
Walau Tepes memang juga memengaruhi gambaran fiksi dari vampir masa
kini, akar vampir sesungguhnya memiliki asal yang berbeda. Dari segi
kebudayaan, vampir adalah suatu fenomena yang muncul di seluruh dunia.
Menurut pakar antropologi Paul Barber yang merupakan pengarang buku
Vampire, Burial, and Death (vampir, pemakaman, dan kematian), hampir
semua kultur memiliki cerita versi lokal yang mirip legenda vampir, dan
semuanya “memiliki kemiripan yang mengejutkan pada vampir ala Eropa,”
katanya.
Kepercayaan akan adanya vampir berasal dari takhayul dan asumsi yang keliru tentang pembusukan setelah kematian.
Catatan penemuan pertama tentang vampir tersebar di Eropa pada abad
pertengahan. Cerita-cerita itu semua mengikuti pola yang sama: suatu
kenaasan menimpa seseorang, suatu keluarga, atau suatu kota, mungkin
karena paceklik yang merusak panen, atau tersebarnya wabah.
Di masa itu, ilmu pengetahuan belum bisa menjelaskan pola cuaca dan
teori kuman. Jadi, kesialan apa pun yang tak jelas penyebabnya bisa
disalahkan pada vampir. Vampir merupakan jawaban mudah untuk menjelaskan
mengapa dari dulu hal buruk bisa terjadi pada orang yang baik.
Mati tetapi belum membusuk
Para penduduk desa menggabungkan keyakinan mereka bahwa ada kutukan yang
tengah terjadi di antara mereka dan ketakutan mereka terhadap kematian
dan orang mati. Dengan begitu, mereka berkesimpulan bahwa mungkin
orang-orang yang baru dikuburlah yang bertanggung jawab karena mereka
telah bangkit dari kubur untuk berbuat jahat.
Maka dari itu, makam-makam digali, dan para penduduk desa sering kali
dikagetkan oleh proses pembusukan yang normal, dan mengira itu fenomena
yang supernatural.
Contohnya, walau orang lazimnya berasumsi bahwa mayat akan membusuk
segera, bila peti tertutup rapat dan dikubur pada musim dingin, maka
pembusukan bisa tertunda beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan.
Pembusukan usus bisa menyebabkan penggembungan yang mendorong darah ke
mulut sehingga mayat itu terlihat seperti baru saja menghisap darah.
Proses ini dipahami betul oleh para dokter dan pengurus pemakaman zaman
sekarang. Namun, pada abad pertengahan di Eropa, semua ini merupakan
pertanda yang tak bisa disangkal bahwa vampir itu nyata dan menghantui
mereka.
Walau vampir “sesungguhnya” telah tidak ada, legenda-legendanya terus
memikat dunia. Sepertinya, baik ilmu pengetahuan ataupun tonggak perak
tak mempan membunuh mitos vampir. (Kompas)
Mengungkap Vampir
Tahukah anda bahwa suatu penyakit genetik yang disebut porphyria boleh
jadi merupakan pemicu munculnya mitos vampir? Porphyria adalah suatu
kelainan berupa gangguan pada jalur pembentukan heme, suatu komponen
dari hemoglobin yang berperan mengangkut oksigen dalam darah.
Anemia
Kebanyakan individu ini mengidap anemia karena mengalami gangguan
sintesis heme (komponen pembentuk hemoglobin). Penyakit ini disebabkan
oleh adanya ketidaksempurnaan dalam jalur pembentukan enzim dari glisin
menjadi porfirin, menyebabkan over produksi porfirin yang dapat
terkumpul di kulit, cairan tubuh, atau feses. Bentuk yang paling umum
dari penyakit tersebut adalah acute intermittent porphyria. Kebanyakan
individu yang terserang biasanya heterozigot dan biasanya tidak
menimbulkan gejala spesifik karena satu single copy dari gen normal
mampu menyediakan mekanisme biosintesis yang cukup untuk produksi enzim
secara normal.
Istilah porphyria ini diambil dari bahasa Yunani, porphura yang berarti
pigmen ungu, disebut demikian karena warna ungu yang muncul pada cairan
tubuh pasien ketika terserang. Selain dapat diturunkan secara genetik,
penyakit ini bisa dipicu oleh faktor lain seperti penggunaan obat-obatan
tertentu, alkohol, kontrasepsi hormon, dan sebagainya. Pada kondisi
lingkungan tertentu dan asupan nutrisi tertentu dapat terbentuk
δ-aminolevulinate dan porphobilinogen yang menyebabkan gangguan
abdominal akut dan disfungsi saraf.
Salah satu bentuk kelainan porphyria adalah dapat membuat kulit menjadi
sensitif terhadap sinar matahari, membuatnya rapuh dan mudah rusak.
Karakteristik ini dimanfaatkan dalam penelitian pengobatan kanker dimana
suatu obat yang diturunkan dari porphyrin disisipkan ke sel kanker,
kemudian dipaparkan ke sinar, sehingga membuat melanoma kanker terbakar
habis. Bentuk porphyria lain yang jarang terjadi, akan menghasilkan
akumulasi uroporphyrinogen I, suatu isomer dari prekursor
protoporphyrin. Zat ini menyebabkan urine berwarna merah, membuat gigi
sangat mengkilat jika terkena sinar ultraviolet, dan membuat kulit
abnormal jika terkena sinar matahari.
Vampir dan Porphyria
Boleh jadi kondisi genetik seperti inilah yang mengawali adanya mitos
tentang vampir. Seseorang yang terkena penyakit ini, membutuhkan banyak
darah karena dia mengidap anemia dan dia menghisap darah orang lain di
malam hari karena pada siang hari kulitnya mungkin bisa melepuh apabila
terkena sinar matahari.
Pada Januari 1964, makalah yang membahas porphyria dan etiologi manusia
serigala diterbitkan di Proceedings of the Royal Society of Medicine.
Lebih lanjut, pada tahun 1985, David Dolphin memublikasikan makalahnya
yang berjudul “Porphyria, Vampires and Werewolves : The Aetiology of
European Metamorphosis Legends”, yang kemudian menuai beragam
kontroversi.
Antara lain karena meski penderita porphyria mendapat terapi injeksi
heme, bagaimanapun darah yang diminum (seperti yang dilakukan oleh
vampir) akan masuk ke sistem pencernaan dan diuraikan. Polemik lain
berkembang yakni pada aspek-aspek seperti sensitifitas terhadap cahaya,
dan alergi bawang putih yang ditengarai merupakan bagian-bagian yang
ditambahkan oleh industri film pada legenda vampir itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar